@halamanbelakangdotorg ada di instagram, loh

Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati: Refleksi dalam Mensyukuri Hidup


halamanbelakang.org—Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati adalah sebuah novel karya Brian Khrisna. Buku ini berhasil menjadi salah satu buku Best Seller di Gramedia. Lantas, apa yang membuatnya begitu menarik?

Setidaknya ada dua hal yang dapat menarik perhatian pembaca terhadap buku ini. Pertama, tentu saja ilustrasi mie ayam yang nyentrik dan mencolok di bagian depan sampulnya. Bahkan, mungkin pembaca tidak menyadari bahwa di tepi mangkuk mie ayam itu, Ale—sang karakter utama—tengah terduduk menunduk membelakangi pembaca. Kedua, kata ‘mati’ yang tertulis jelas pada judul buku seolah mengisyaratkan pembahasan mendalam mengenai makna hidup manusia—dan inilah yang menjadi alasan saya membeli buku ini.

Novel ini berkisah tentang Ale, seorang pekerja kantoran biasa yang merasa menjadi manusia "gagal" karena sering di-"bully" akibat wajahnya yang dianggap kurang menarik dan tubuhnya yang gemuk. Setelah lama memendam kekesalan akibat perlakuan buruk dari rekan kerjanya, Ale memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, ketika maut sudah hampir menjemput, ia teringat akan mie ayam langganannya yang biasa disantap sebelum berangkat kerja. Merasa "gagal" jika bahkan tidak bisa menikmati mie ayam terakhirnya sebelum meninggal, ia menunda niat bunuh dirinya dan bergegas menuju tempat mie ayam favoritnya. Akan tetapi, dalam perjalanan membeli mie ayam tersebut, serangkaian kejadian mengejutkan dan tak terduga tiba-tiba terjadi, membawanya ke tempat-tempat yang tak pernah ia bayangkan dan mempertemukannya dengan orang-orang yang mungkin tidak akan pernah ia temui jika ia tidak memutuskan untuk mati pada hari itu.

Mulai dari pertemuannya dengan anak penjual mie ayam, kemudian dengan seorang bos geng pengedar narkoba, perkenalannya dengan seorang pekerja seks komersial, lalu pertemuannya dengan seorang satpam, hingga dikenalkannya kepada seorang ibu tua yang ditinggalkan anaknya, dan seorang pedagang kerupuk tunanetra. Semua orang yang ia temui seolah memberikan pelajaran tentang arti hidup tanpa menghakimi.

Hal yang menarik dari buku ini adalah adanya beberapa halaman berwarna hitam di bagian akhir. Jumlah halamannya terlalu banyak jika hanya untuk biografi penulis, namun cukup untuk satu bab pendek. Lantas, mengapa warnanya hitam? Sebagai seorang penulis, tentu pemilihan warna hitam sebagai latar "bab terakhir" bukanlah tanpa alasan. Namun, "bab terakhir" seperti apa yang ingin disampaikan dengan latar berwarna hitam tersebut?

Awalnya, saya berekspektasi akan ada akhir yang buruk, mengingat sejak awal tokoh utama ingin bunuh diri. Saya khawatir tokoh utama tetap meninggal pada akhirnya, dan bab terakhir itu adalah sudut pandang orang lain setelah kematiannya. Namun, ternyata akhir ceritanya...

Meskipun mengangkat tema yang berat, yaitu tentang kesehatan mental, alur cerita dalam novel ini cukup ringan dan bergerak maju. Novel ini tergolong singkat dengan jumlah bab yang tidak terlalu banyak, dan setiap babnya pun enak untuk diikuti. Tempo penceritaannya juga tidak terlalu cepat maupun lambat. Alur cerita terasa tidak terburu-buru, kecuali di bagian akhir yang terasa sedikit tergesa-gesa dalam mengakhiri cerita. Novel ini banyak mengajarkan tentang betapa berharganya hidup dari berbagai sudut pandang, bahkan dari sudut pandang orang-orang yang dianggap "sampah" oleh sebagian besar orang.

Novel ini bagus dari segi alur cerita, tempo penceritaan, makna yang disampaikan, dan gaya penulisannya yang sederhana serta mudah diikuti. Setiap babnya pun dapat dibaca terpisah karena sebagian tidak memiliki keterkaitan langsung dengan bab sebelumnya.

Tidak mengherankan jika novel ini berada di jajaran Best Seller. Sangat direkomendasikan! Nilai 9/10. Silakan beli di toko buku langganan Anda, atau pinjam dari teman yang memilikinya.

_

ditulis oleh Muhammad Eka Gumelar | diunggah 8 Mei 2025, 13:57

1 komentar

  1. Keren
tinggalkan sesuatu di halamanbelakang.org!