@halamanbelakangdotorg ada di instagram, loh

halamanbelakang.org: sebuah manifesto



Membangun organisasi tidak semudah membangun situs dengan akhiran .orgIni adalah sebuah kebenaran yang pahit, dan terasa begitu pahit. Namun juga sebuah pengakuan tulus yang menjadi dasar bagi halamanbelakang.org.

Di tengah arus deras informasi yang seolah menuntut perhatian instan, di mana kata-kata yang orang-orang ucapkan seringkali menyakiti dan meninggalkan bekas di hati orang-orang lainnya, dan mata menari di antara potongan-potongan visual yang renyah namun seringkali hampa, kami merindukan jeda.

Bukankah semua ini berlalu begitu cepat? Segala sesuatu harus segera, harus instan, seolah kedalaman adalah kemewahan yang tidak akan pernah kita mampu untuk beli. Seolah melambat adalah hal yang tabu

Maka, halamanbelakang.org ini hadir—sebuah dorongan lembut terhadap kecepatan itu. Kami membayangkan halamanbelakang.org sebagai lorong sempit, remang-remang, di mana cahaya bukan dari layar yang silau, melainkan dari bara kata-kata yang terus berusaha untuk dinyalakan.

Di sini, semua orang diajak untuk berlama-lama, membaca dengan napas yang teratur, dan mungkin, akan menemukan sepotong diri yang tercecer di antara paragraf-paragraf. 

Inilah esai pendek, memoar yang otentik, dan cerita yang belum dituturkan oleh siapapun, seolah bisikan dari halaman belakang rumah yang mengajak semua anggota keluarga untuk mendengar


Surat dari halamanbelakang.org: Sebuah Pengakuan

Apa itu halamanbelakang.org? Kalau boleh berterus terang, dia adalah semacam pengakuan. Pengakuan bahwa kami, para penggagas di balik layar ini, merindukan ruang yang lebih sunyi untuk berbahasa. Dia adalah upaya kecil untuk menjaga api membaca tetap menyala meskipun begitu redup, di tengah derasnya hujan konten yang kian riuh. Anggap saja ini surat dari meja redaksi, yang kami kirimkan dengan hati-hati, berisi gumpalan-gumpalan pikiran dan upaya keras untuk tetap waras di tengah bisingnya zaman.


Luka-Luka Kecil dan Nyala yang Redup

Perjalanan kami yang masih seumur jagung ini tentu saja, tak seindah yang dibayangkan. Ada luka-luka kecil yang menganga. Yang paling terasa adalah minimnya suara yang ingin berkisah. Rasanya seperti berteriak di lembah sunyi, menunggu gema yang tak kunjung datang. Mengapa begitu sedikit yang mau mengirimkan tulisannya? Apakah menulis mendalam kini dianggap pekerjaan sia-sia? Apakah tidak ada lagi waktu untuk merangkai kalimat di saat hidup ini seolah hanya tentang kilatan dan tawa-tawa singkat di layar? Itu tadi bukanlah sebuah kesalahan, tapi tidakkah ada ruang kosong untuk hal lain?

Lalu, ada pula kegelisahan kami di media sosial. Bagaimana caranya menyentuh dan mencari interaksi yang otentik sedang pada saat yang sama algoritma seolah sengaja menjebak kita dalam lingkaran buih-buih kosong? Kami mencoba berbagai cara, berbagai gaya, tapi seringkali rasanya seperti mengejar bayangan. Bagaimana agar sebuah tulisan, yang seharusnya menyentuh jiwa, tidak hanya jadi angka belaka? Ini pertanyaan yang kerap membekas dari kepala kami.


Kemenangan Kecil yang Menjadi Pelipur Lara

Meski begitu, ada kemenangan-kemenangan kecil yang menjadi pelipur lara. Setiap kali ada satu tulisan yang berhasil terbit, rasanya seperti menemukan sepotong harta karun. Pada setiap ungkapan serupa: “Terima kasih telah menyediakan tempat untuk bercerita,” atau, “Tulisan ini persis yang saya rasakan," rasanya seperti dipeluk erat. Itu adalah validasi, bahwa di luar sana, masih ada hati yang bergetar karena kata-kata. Masih ada yang peduli pada kedalaman. Dan itu, bagi kami, sudah cukup. Sangat terasa cukup.


Janji yang Mungkin Bisa Kami Tepati

Maka, untuk hari depan, kami mencoba berjanji. Mungkin bukan janji yang muluk-muluk, tapi janji yang bisa kami upayakan dengan segenap tenaga, pelan-pelan:

  1. Mengetuk Pintu Lebih Keras: Kami akan lebih gencar mencari penulis, mengetuk pintu-pintu, baik melalui panggilan terbuka yang lebih spesifik, atau menjalin persahabatan dengan komunitas-komunitas yang masih percaya pada kekuatan tulisan dan literatur. Kami ingin halamanbelakang.org jadi cermin dari begitu banyak wajah dan suara
  2. Mencari Bahasa Baru di Media Sosial: Kami akan terus bereksperimen. Mungkin bukan dengan kilatan visual yang mencolok, tapi dengan cara-cara yang lebih jujur, lebih personal. Bagaimana agar cuplikan di media sosial bisa mengundang rasa ingin tahu yang tulus, bukan sekadar klak-klik nihil arti.
  3. Membangun Jembatan: Kami ingin halamanbelakang.org bukan hanya tempat membaca, tapi juga tempat berdialog. Mungkin dengan fitur komentar yang lebih hidup, atau membangun ruang-ruang diskusi kecil yang lebih intim.

Kami yakin, di antara semua hiruk pikuk ini, masih ada ruang untuk jeda. Masih ada ruang untuk membaca dengan hati. Dan kami ingin, halamanbelakang.org ini menjadi salah satu pilihan dari begitu banyak pilihan yang ada*


3 komentar

  1. 🙏🏻❤️
  2. Terbaik
    1. semangaaatttt!
tinggalkan sesuatu di halamanbelakang.org!