halamanbelakang.org—Aku baru sadar, ternyata insecurity dan inferiority complex yang selama ini aku alami itu tumbuh dan makin parah sejak kehilangan figur ayah dalam hidupku.
Ayahku mungkin bukanlah seorang figur ayah terbaik di dunia, namun satu hal yang pasti: beliau selalu berusaha menjaga ruang penerimaan dan pengakuan diri dalam diriku tetap utuh dan terpenuhi. Beliau yang paling vokal soal rasa bangganya terhadap putri bungsunya.
Beliau selalu menjadi orang pertama yang bersuka cita, bahkan untuk pencapaian-pencapaian kecilku sekalipun. Waktu aku pertama kali bisa menaiki sepeda roda dua, beliau yang paling antusias. Waktu aku tampil cantik karena dipoles untuk pentas tari, beliau yang paling jatuh cinta dan dengan bangga memamerkan aku ke siapa pun yang beliau temui di jalan dengan motor Mio warna hitamnya. Waktu aku ranking dua di kenaikan kelas lima, beliau yang paling bangga seolah itu pencapaian besar. Bahkan piagam-piagam partisipasi yang kudapat saat SMA, tetap beliau anggap prestasi yang layak untuk dibanggakan dan dipamerkan.
Beliau juga selalu memujiku setiap kali aku didandani oleh sepupuku saat lebaran, atau bahkan saat aku hanya berdandan seadanya. Baginya, putri bungsunya secantik bintang iklan. Rasa bangganya terasa begitu tulus—seolah-olah aku baru saja memenangkan Global Nobel Prize atau berhasil memberangkatkan kedua orang tuaku naik haji.
Dan aku yakin, jika beliau masih hidup sampai sekarang, beliau pasti akan sangat bangga. Bangga meski aku hanya bisa membelikan beliau semangkuk bakso, mi ayam, atau bahkanhanya sebatang rokok Samsu favoritnya dengan hasil jerih payahku sendiri.
Ternyata memang benar apa yang mereka katakan: bahwa kehilangan bukan hanya melahirkan kerinduan. Kehilangan membuat kita sadar akan makna kehadiran—tentang betapa berharganya seseorang yang selama ini menjadi tempat pulang paling aman dan nyaman. Seseorang yang tak pernah menuntut alasan untuk berkata “aku bangga padamu.” Yang menjadikanmu cukup, bahkan di saat kamu belum merasa layak. Seseorang yang tidak memedulikan sekecil apa pun dirimu dan tetap menganggapmu luar biasa.
_
ditulis oleh Sherly Desiyanti | diunggah 18 Mei 2025, 21:36