Menjelang pagi
mata ini terbiasa melek sebelum matahari
bukan karena rajin,
tapi karena hidup menagih janji
delapan jam di perusahaan
Bunyi mesin lebih keras daripada mimpi
tangan ini menggenggam peluh
yang entah berapa kali jatuh di atas selembar gaji
sore datang,
sementara tubuh ingin rebah
aku malah menuju ruang kelas
menyusul harapan yang tertinggal di antara tumpukan kerja
kuliah sembari kerja, ahhh katanya mustahil
tapi bagiku, inilah bentuk paling jujur dari berjuang
melawan kantuk, memeluk letih,
karena aku tak mau hidup hanya jadi catatan absen di pabrik
Semua ini tak lain karena janji
aku ingin menjadi orang besar,
bukan untuk meninggi,
tapi untuk bisa menunduk membantu yang lain berdiri
mungkin hari ini aku proletar
tapi kelak, kupastikan aku akan jadi pemimpin
yang datang bukan dengan dasi,
melainkan dengan luka yang sama,
Dan cita-cita marhaen yang tak ingin lagi tunduk di tanah sendiri
(Jeje Zaenudin, 2025)
