Peringatan: Adegan Bunuh Diri
halamanbelakang.org—F, seorang pemuda berusia 26 tahun, mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun arsenik. Pada malam ketika F ditemukan terkapar di kamar kosnya, seorang asing meneleponnya sembilan kali. Seorang detektif swasta yang melakukan penyelidikan malam itu mengatakan kepada wartawan koran lokal bahwa F, sesaat sebelum mati, memutar ulang "Selamat Jalan Kekasih" milik Chrisye di spotify-nya yang premium.
ENAM jam sebelum mati, F nongkrong di sebuah toko buku mungil pinggiran barat Indramayu. Sedikit-sedikit ia mendengus, lebih-lebih ketika membaca judul buku-buku yang ditulis oleh mereka yang mengaku sebagai negarawan. Kepada Yumi, si penjaga toko, F mengatakan bahwa mereka yang menulis buku semacam itu wajib meminta maaf kepada iblis penjaga hutan karena pepohonan yang ditebang untuk diproduksi menjadi kertas malah dicetak menjadi buku-buku berisi gagasan-gagasan yang bahkan sudah tidak relevan ketika nabi-nabi belum diutus.
“Mereka bahkan tidak mengerti bahwa komunisme dan ateisme adalah dua hal yang berbeda,” Kata F kepada Yumi yang sedang bersandar ke tembok kasir. Tidak lama setelah itu, F berpaling menuju kedai teh melewati lorong pasar yang bau ikan. F lalu duduk dan memesan teh hijau panas dengan gula aren. Dari tempat duduknya, ia memandangi pasar Indramayu yang dua tahun lalu dibumihanguskan oleh tentara.
Kecuali orang tolol, tiada yang menginginkan diri untuk jatuh ke neraka. Namun, F sudah tidak peduli. Baginya, neraka di dunia nyata jauh lebih nyata dan menyengsarakan dibanding segala deskripsi api abadi yang dibayangkan para nabi. Setiap pagi, ia bangun dengan beban masa lalu yang menghimpit: wajah ibunya yang memohon agar ia berhenti kuliah karena sedang paceklik, ingatan tajam menyoal ayahnya yang tukang pukul dan selalu percaya bahwa teokrasi adalah satu-satunya jawaban atas semua permasalahan dunia, dan bisikan-bisikan sinis dari setiap orang yang menganggapnya pecundang.
F percaya, dosa terbesar manusia bukanlah pada kesalahan yang mereka perbuat, melainkan pada kebohongan yang mereka hidupi. Dan ia sudah muak dengan segala kebohongan yang berseliweran. Kebohongan para negarawan yang mengaku peduli rakyat, kebohongan teman-teman yang pura-pura simpati, bahkan kebohongan dirinya sendiri yang terus-menerus mencoba meyakini bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Pukul setengah delapan malam, F tiba di kamar kosnya. Kamar sempit itu, tempat ia menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam kesendirian, terasa mencekik. Ia membuka laptop, memutar lagu Chrisye. Alunan melodi yang sendu itu seakan mengiringi setiap detik niatnya. Di meja kecil, botol arsenik yang ia beli dari seorang kenalan lama sudah menunggu. Matanya menatap kosong ke dinding, seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang tak pernah terjawab.
Sembilan kali panggilan telepon dari nomor tak dikenal itu berdering. F membiarkannya. Siapa pun itu, tak ada lagi yang bisa mengubah keputusannya. Ia hanya ingin mengakhiri kengerian ini, kengerian menjadi F, seseorang yang tak pernah merasa cukup baik, seseorang yang selalu merasa gagal, dan seseorang yang mendapati dunia ini adalah neraka yang tak berkesudahan.
Pada tegukan terakhir, bayangan Yumi, penjaga toko buku yang tersenyum tipis, melintas. Mungkin ada kebaikan kecil di dunia ini. Mungkin ada secercah harapan. Tapi sudah terlambat. Ia merasakan tubuhnya terbakar, kesadaran memudar, dan di detik-detik terakhir, hanya satu pikiran yang melintas di benaknya: apakah neraka yang menunggunya akan lebih buruk dari neraka yang baru saja ia tinggalkan? Atau, mungkinkah kematian adalah satu-satunya jalan menuju kedamaian sejati?
_
ditulis oleh Agung R. Efendi | diunggah 22 Juni 2025, 19:28