halamanbelakang.org—Belum lama ini saya menyelesaikan novel karya Haruki Murakami yang berjudul Kronik Burung Pegas. Ceritanya bagus. Saya pikir orang-orang harus baca ini. Jadi saya coba buat ulasan yang isinya apa yang saya rasakan selama baca novel ini, supaya orang tertarik untuk membaca novel ini. Berikut ulasannya:
Ditinggalkan oleh orang terdekat, kehilangan pekerjaan, kesepian, hingga kehilangan arah. Tokoh utama pada cerita ini diceritakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya, baik secara kiasan maupun harfiah.
Kronik Burung Pegas adalah terjemahan dari novel karya Haruki Murakami dengan judul『ねじまき鳥クロニクル』 Nejimakidori Kuronikuru. Novel ini diterjemahkan langsung dari bahasa aslinya oleh Ribeka Ota dan diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada tahun 2019. Kisah ini diceritakan dalam 925 halaman yang dibagi menjadi 3 jilid.
Toru Okada —tokoh utama dalam cerita ini— menjalani hidup dengan tenang bersama istrinya, Kumiko, sejak menikah. Suatu hari, kucing peliharaan mereka menghilang. Dalam perjalanan mencari kucingnya, Toru Okada mulai mengalami kejadian-kejadian tidak biasa dalam hidupnya. Mulai dari ajakan phone sex dari orang tak dikenal, menyusuri gang tanpa jalan masuk dan keluar, bertemu "orang pintar" yang selalu memakai topi vinyl berwarna merah, mendengar burung yang suaranya seperti putaran pegas, hingga terobsesi dengan sumur kering di rumah tak berpenghuni.
Novel ini memiliki alur yang cukup pelan namun tetap nyaman untuk diikuti. Cerita yang bermula dari pencarian kucing yang hilang, berkembang perlahan ke arah yang benar-benar tidak terduga. Elemen-elemen yang tidak terduga diperlihatkan secara sedikit dari bagian awal yang berangsur diperbanyak hingga akhirnya menjadi elemen utama dari cerita. Walaupun di judulnya ada kata kronik, kisah pada novel ini tidak diceritakan dengan alur yang berurutan.
Sebagian besar kisahnya diceritakan melalui sudut pandang tokoh utama yaitu Toru Okada. Membacanya membuat saya merasa benar-benar terjebak dalam pikirannya Toru Okada. Rasanya saya hanya tahu apa yang dia tahu dan tidak mengetahui apa yang tidak dia ketahui —ada juga sih beberapa yang saya ketahui di luar pengetahuannya.
Kalimat-kalimat yang menggambarkan situasi tidak ditulis secara konkret melainkan disajikan dengan cara puitis. Penggambaran seperti itu tidak membuat pembaca seperti hanya sedang membaca novel saja melainkan juga sedang membaca kumpulan puisi. Beberapa hal dijelaskan dengan benar-benar jelas dan ada beberapa hal yang dijelaskan secara tersirat, membuat saya merasa tidak cukup membacanya sekali untuk benar-benar memahami semua makna yang ada di sini.
Karakter-karakter yang ada bisa dibilang cukup kompleks dengan latar belakang jauh berbeda. Motivasi yang melandasi tindakan-tindakan karakter di sini diceritakan dengan kuat, mulai dari trauma di masa lalu, balas dendam, superioritas, hingga rasa sepi berkepanjangan. Tidak sulit bagi saya untuk merasa empati kepada karakter-karakter di sini karena latar belakangnya —yang bisa saja memiliki kesamaan dengan banyak orang— disampaikan dengan baik. Selama mengikuti perjalanan Toru Okada, tak jarang saya ikut merasa kosong, putus asa, marah, sedih, hingga gemetar sama seperti yang ia alami.
Saya suka bagaimana cerita diselesaikan. Petunjuk-petunjuk yang bermunculan dari awal perlahan disadari oleh Toru Okada dan dijadikan landasan untuk menyelesaikan masalahnya. Rasanya seperti benang kusut yang terurai lalu dirajut menjadi syal yang menghangatkan. Meskipun ada beberapa hal yang membuat saya bertanya ini untuk apa(?)
Salah satu hal yang menarik buat saya adalah penggunaan font serta tata letak yang digunakan pada saat mengutip sebuah majalah atau interaksi di komputer dibuat seperti aslinya. Ada sumber yang mengatakan surat pada cerita ini ditulis menggunakan font yang menyerupai tulisan tangan asli di beberapa versi, hal itu membuat pengalaman membaca menjadi terasa lebih menyenangkan. Sayangnya, di versi bahasa indonesia tidak ada perbedaan penggunaan font di surat dan paragraf biasa.
Ini adalah novel yang bagi saya sangat panjang dan saya rasa ada beberapa bagian yang jika tidak ditulis pun tidak akan mengurangi esensi dari cerita. Namun saya sendiri kurang yakin bagian yang mana. Pada versi bahasa inggris ada beberapa bagian yang tidak diterjemahkan yang membuat ceritanya menjadi lebih pendek.
Melalui kisah ini, Haruki Murakami memberikan pesan kepada pembaca—setidaknya ini yang saya tafsirkan— optimisme bisa membuat orang selamat dari situasi ekstrim, kenali dan atasi petunjuk-petunjuk sosial yang ada, dalam keadaan buntu temui pikiran sendiri sampai ke titik terdalam, terakhir –yang paling saya suka– kita tidak akan benar-benar mengenal orang lain bahkan setelah tinggal bersama selama 6 tahun.
Layak dibaca!
_
ditulis oleh Bayu Purnomo | diunggah 29 Juli 2025, 12:40
.png)