halamanbelakang.org—Setiap manusia tentu menginginkan kebahagiaan. Namun, apakah kamu tahu hakikat dari kebahagiaan itu? Ataukah yang selalu kamu kejar dan perjuangkan selama ini bukanlah kebahagiaan sejati? Setiap orang mempunyai pandangan dan takaran masing-masing mengenai kebahagiaan. Bisa jadi, kebahagiaan yang kamu inginkan berbeda dengan kebahagiaan yang diinginkan orang lain. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa kebahagiaan bisa berbeda tergantung pada preferensi dan sudut pandang manusia itu sendiri. Lantas timbul pertanyaan: apa itu kebahagiaan? Bagaimana cara kita mencapainya? Dan apakah manifestasi dari kebahagiaan itu?
Buku yang ditulis oleh Dr. Fahruddin Faiz ini memberikan penjelasan mengenai kebahagiaan dari empat filsuf terkemuka, yakni Plato, Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ki Ageng Suryomentaram. Penjelasan diambil dari karya-karya terbaik keempat filsuf tersebut dan disampaikan dengan bahasa sederhana sehingga mudah dipahami dengan jelas dan lugas oleh para pembaca.
Plato menggambarkan bahwa jiwa manusia terbagi menjadi tiga: Epithumia (nafsu), Thumos (hasrat), dan Logistikon(akal), yang dihiasi oleh satu unsur, yaitu Eros (cinta). Plato menjelaskan bahwa manusia dapat bahagia apabila mampu mengoptimalkan fungsi-fungsi jiwanya dengan baik. Misalnya, unsur Epithumia dapat dioptimalkan dengan hidup sederhana dan menambah pengetahuan. Unsur Thumos dapat dioptimalkan dengan bersikap sederhana dan berani. Sementara itu, unsur Logistikon dapat dioptimalkan dengan hidup sederhana, berani, serta terus menambah pengetahuan (belajar).
Al-Farabi menjelaskan bahwa kebahagiaan adalah kebajikan puncak yang diperoleh dengan bersyukur. Setiap kebahagiaan akan mengarahkan manusia kepada kebajikan. Bahagia terjadi apabila jiwa manusia termanifestasi, maksudnya adalah apabila manusia dalam menjalankan aktivitasnya mampu menyinkronkan antara ide dan praktik dalam hidup.
Kunci kebahagiaan menurut Al-Farabi adalah manusia harus terus belajar. Dengan belajar, seseorang akan menjadi pintar dan dengan kepintarannya itu ia akan melakukan amal (perbuatan) yang baik. Kebahagiaan akan datang seiring dengan kepandaiannya, sebab ia dapat membedakan mana yang boleh dan tidak, mengetahui batas dalam suatu hal, serta memahami keadaan dirinya.
Al-Ghazali mendefinisikan jalan menuju kebahagiaan dengan mengenali tiga hal: mengenali diri, mengenali Tuhan, dan mengenali dunia. Mengenali diri diungkapkan melalui kalimat yang terkenal: “Siapa yang mengenal dirinya, dialah akan merasakan kebahagiaan sejati.” Mengenali Tuhan dilakukan dengan mendekatkan diri kepada-Nya, menjalin hubungan yang baik melalui ibadah, serta berperilaku dengan akhlak terpuji terhadap sesama manusia. Sementara itu, mengenali dunia dilakukan dengan cara memelihara diri dan menjaga jiwa.
Ki Ageng Suryomentaram menggambarkan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh manusia dengan menerapkan rumus 6S, yakni sakbutuhe (sekadar kebutuhan), sakperlune(sekadar keperluan), sakcukupe (sekadar kecukupan), sakbenere (sekadar kepantasan), dan sakpenake (sekadar kenikmatan).
_
ditulis oleh Tedi Juhana
